Sejarah olah
raga biliard
B
|
iliar adalah sebuah cabang olahraga yang masuk dalam kategori cabang
olahraga konsentrasi,
sehingga sangat dibutuhkan ketahanan dan pemahaman mental yang benar serta
harus ditunjang oleh kemampuan fisik yang prima agar mampu berprestasi lebih
tinggi dan stabil.
Cabang
olahraga ini dimainkan di atas meja dan dengan peralatan bantu khusus serta
peraturan tersendiri. Permainan ini terbagi dari beberapa Jenis, antara lain
jenis Carom, English Billiard dan Pool. Dapat dimainkan secara perorangan
maupun tim.
Sebagai
contoh, jenis Carom dimainkan di meja yang tidak memiliki lubang sama sekali.
Ini berbeda dengan jenis English Billiard dan Pool yang dimainkan di meja yang
memiliki lubang sebanyak 6 buah. Meski sama-sama memilki 6 buah lubang, ukuran
atau luas meja antara English Billiar dan Pool pun berbeda, lebih luas meja
jenis English Billiard.
Sampai
saat ini, tahun 2008, yang sangat berkembang di Indonesia adalah jenis Pool
yang itu pun masih terbagi dalam Nomor bola 15, bola 8 dan bola 9. Dahulu di
Indonesia, biliar identik dengan olahraga yang selalu dimainkan oleh para lelaki saja. Namun saat ini banyak wanita yang mulai menggemari olahraga biliar.
Adalah Bapak Putera Astaman, mantan Ketua Umum PB.POBSI, yang berhasil menaikan Citra
Olahraga Biliar, di Indonesia dariSekedar Olahraga Rekreasi
menjadi Olahraga Prestasi.
Biliar,
jenis Pool telah berkembang menjadi salah satu cabang olahraga yang mampu ikut
mengharumkan nama bangsa Indonesia.
Contohnya, pada World Pool
Championship (kejuaraan dunia
biliar jenis pool untuk nomor bola 9) tahun 2006 kemarin, pemain seperti Ricky Yang, M. Zulfikri berhasil masuk ke jajaran 32 besar
pemain dunia. Roy Apancho berhasil masuk ke jajaran pemain 64 besar dunia. Apsi
Chaniago berhasil masuk ke jajaran pemain 128 besar dunia.
Pada
pesta olahraga antar bangsa SEA Games XXIV, 2007 yang lalu, terjadi kejutan peningkatan
prestasi secara luar biasa pula pada cabang olahraga Biliar jenis Pool, dengan
mampunya diraih Medali Emas nomor bola 8, Wanita Perorangan sekaligus Medali
Perak nomor bola 9, Wanita Perorangan oleh seorang Atlet Muda Usia yakni Angeline Magdalena
Ticoalu serta Medali
Emas nomor bola 9, Pria Perorangan oleh Ricky Yang. 'G
Satanism
B
|
lack
metal was originally a term for extreme metal bands with Satanic lyrics and
imagery. However, most of the 'first wave' bands (including Venom, who coined
the term 'black metal') were not Satanists and merely used it to provoke. One
of the few exceptions was Mercyful Fate singer and Church of Satanmember King Diamond,
whom Michael Moynihan calls "one of the only performers
of the '80s Satanic metal who was more than just a poseur using a devilish image for shock value".[177]
In the
early 1990s, many Norwegian black metalers presented themselves as misanthropic
Devil worshippers[179] who wanted to spread hatred, sorrow
and evil. Mayhem's Euronymous was the key figure behind this ideology.[178] They attacked the Church of Satan for
its "freedom and life-loving" views.[193] The theistic Satanism they espoused was an inversion of
Christianity. Benjamin Hedge Olson wrote that they "transform[ed] Venom's
quasi-Satanic stage theatrics into a form of cultural expression unique from
other forms of metal or Satanism" and "abandoned the mundane
identities and ambitions of other forms of metal in favor of religious and
ideological fanaticism".[178] Euronymous professed to be in favor of totalitarianism and against individualism, compassion,
peace, happiness and fun.[35] When asked why such statements were
made to the press, Ihsahn of Emperor said that this "was
very much to create fear among people".[60] He added that the scene wanted
"to be in opposition to society" and focused "more on just being
'evil' than having a real Satanic philosophy".[61] According to Lords of Chaos, many who knew
Euronymous—such as Kjetil Manheim,[65] Vikernes[58] and Blackthorn[194]—say
that his "extreme Satanic image" was an act.[195] Mortiis,
however, said that Euronymous "was such a devil worshipper you wouldn't
believe it",[196] and Metalion (who knew Euronymous
since 1985[197] and considered him to be his best
friend[198])
said that Euronymous "was always telling what he thought [...] worshipping
death and being extreme".[23] Tenebris (allegedly Jon Nödtveidt[199])
from the Misanthropic Luciferian Orderwrote that the
Norwegian scene was mainly concerned with ideological Satanism and
"vanished with his death in '93".[200] As for the other scene members, Sanna
Fridh says that there is no evidence to support their early claims of being
Devil worshippers,[201] and Leif A. Lier, who led the police
investigation after Euronymous's death, said he and his men had not met one
Satanist.[63] Faust said: "For some people it
[Satanism] was bloody serious, but to a lot of them it was all a big
hype".[202] At the time, bands who were not
theistic Satanists were not deemed 'black metal' by Euronymous and some other
scene members (like Faust)[9][35] and bands with a Norwegian style, but
without Satanic lyrics, tended to use other terms for their music.[161][181][182] Today there are still prominent
musicians – such as Infernus,[203] Arioch[204] and Erik Danielsson[205] – who state that black metal bands
must be theistic Satanists. Some bands like the reformed Dissection[112][114] and Watain[206] insist that all members must be of the
same Satanic belief, whereas Michael W. Ford of Black Funeral[207] and MkM of Antaeus[208] believe black metal must be Satanic
but not all band members need to be Satanists. Some bands have moved from
Satanism to Paganism; as black metal traditionally is defined by Satanism,
"for many 'purist' black metallers, this latter move disqualifies a band
as 'black', placing it instead beneath a variety of other modifiers: pagan,
Viking, troll, forest, and the like".[209]
Others
shun the belief in Satan, seeing it as "Judeo-Christian" in origin,[210][211] and regard Satanists as perpetuating,
and playing a part in, the "Judeo-Christian" worldview.[212] Quorthon of Bathory said that he used 'Satan'
and 'Satanism' to provoke and attack Christianity. However, with his third and fourth albums he began "attacking
Christianity from a different angle", realizing that Satanism is a
"Christian product" and seeing them both as "religious
hocus-pocus".[211] Nevertheless, some artists use Satan
as a symbol or metaphor for their beliefs. This includes LaVeyan Satanists (who are atheist) and others. Vocalist
Gaahl, who considers himself a Norse Shaman,[213] said: "We use the word 'Satanist'
because it is Christian world and we have to speak their language [...] When I
use the word 'Satan', it means the natural order, the will of a man, the will
to grow, the will to become the superman".[214] Varg Vikernes called himself a
Satanist in early interviews but "now downplays his former interest in
Satanism", saying he was using Satan as a symbol for Odin as the
'adversary' of the Christian God.[215] He started seeing Satanism as an
introduction to Paganism.[216]
Sejarah Futsal
F
|
utsal
dipopulerkan di Montevideo, Uruguay pada tahun 1930, oleh Juan Carlos Ceriani.
Keunikan futsal mendapat perhatian di seluruh Amerika Selatan,
terutamanya di Brasil. Ketrampilan yang
dikembangkan dalam permainan ini dapat dilihat dalam gaya terkenal dunia yang
diperlihatkan pemain-pemain Brasil di luar ruangan, pada lapangan berukuran
biasa. Pele, bintang terkenal Brasil,
contohnya, mengembangkan bakatnya di futsal. Sementara Brasil terus menjadi
pusat futsal dunia, permainan ini sekarang dimainkan di bawah perlindungan Fédération
Internationale de Football Association di seluruh dunia, dariEropa hingga Amerika Tengah dan Amerika Utara serta Afrika, Asia, dan Oseania.
Pertandingan
internasional pertama diadakan pada tahun 1965, Paraguay menjuarai Piala Amerika Selatan
pertama. Enam perebutan Piala Amerika Selatan berikutnya diselenggarakan hingga
tahun 1979, dan semua gelaran juara disapu habis Brasil. Brasil meneruskan dominasinya
dengan meraih Piala Pan Amerika pertama tahun 1980 dan memenangkannya lagi pada
perebutan berikutnya tahun pd 1984.
Kejuaraan
Dunia Futsal pertama diadakan atas bantuan FIFUSA (sebelum anggota-anggotanya
bergabung dengan FIFA pada tahun 1989) di Sao Paulo,
Brasil, tahun 1982, berakhir dengan Brasil di posisi pertama. Brasil mengulangi
kemenangannya di Kejuaraan Dunia kedua tahun 1985 di Spanyol, tetapi menderita
kekalahan dari Paraguay dalam Kejuaraan Dunia ketiga tahun 1988 di Australia.
Pertandingan
futsal internasional pertama diadakan di AS pada Desember 1985, di Universitas
Negeri Sonoma di Rohnert Park, California.
Peraturan
Luas lapangan
1.
Ukuran:
panjang 25-43 m x lebar 15-25 m
2.
Garis
batas: garis selebar 8 cm, yakni garis sentuh di sisi, garis gawang di
ujung-ujung, dan garis melintang tengah lapangan; 3 m lingkaran tengah; tak ada
tembok penghalang atau papan
3.
Daerah
penalti: busur berukuran 6 m dari masing-masing tiang gawang
4.
Titik
penalti: 6 m dari titik tengah garis gawang
5.
Titik
penalti kedua: 10 m dari titik tengah garis gawang
6.
Zona
pergantian: daerah 5 m (5 m dari garis tengah lapangan) pada sisi tribun dari
pelemparan
7.
Gawang:
tinggi 2 m x lebar 3 m
8.
Permukaan
daerah pelemparan: halus, rata, dan tak abrasive
Bola
1.
Ukuran:
4
2.
Keliling:
62-64 cm
3.
Berat:
0,4 - 0,44 kg
4.
Lambungan:
55-65 cm pada pantulan pertama
5.
Bahan:
kulit atau bahan yang cocok lainnya (yaitu bahan tak berbahaya)
Jumlah pemain (per tim)
1.
Jumlah
pemain maksimal untuk memulai pertandingan: 5, salah satunya penjaga gawang
2.
Jumlah
pemain minimal untuk mengakhiri pertandingan: 2 (tidak termasuk cedera)
3.
Jumlah
pemain cadangan maksimal: 7
4.
Jumlah
wasit: 2
5.
Jumlah
hakim garis: 0
6.
Batas
jumlah pergantian pemain: tak terbatas
7.
Metode
pergantian: "pergantian melayang" (semua pemain kecuali penjaga
gawang boleh memasuki dan meninggalkan lapangan kapan saja; pergantian penjaga
gawang hanya dapat dilakukan jika bola tak sedang dimainkan dan dengan
persetujuan wasit)
8.
Dan
wasit pun tidak boleh menginjak arena lapangan , hanya boleh di luar garis
lapangan saja , terkecuali jika ada pelanggaran-pelanggaran yang harus memasuki
lapangan
Lama permainan[sunting | sunting sumber]
1.
Lama
normal: 2x20 menit
2.
Lama
istiharat: 10 menit
3.
Lama
perpanjangan waktu: 2x5 menit (bila hasil masih imbang setelah 2x20 menit waktu
normal)
4.
Ada adu penalti (maksimal 5 gol) jika jumlah gol kedua
tim seri saat perpanjangan waktu selesai
5.
Time-out: 1 per tim per babak; tak ada dalam waktu
tambahan
6.
Waktu
pergantian babak: maksimal 10 menit
0 komentar:
Posting Komentar